Kejaksaan Agung telah menetapkan Hana Suryana sebagai tersangka kasus korupsi yang terjadi di PT Pos Indonesia. Bahkan, kejaksaan juga telah menggiring bos PT Pos itu sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Namun, Menteri Negara (Meneg) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sofyan Djalil masih mempertahankannya sebagai direktur utama (Dirut). Alasannya, karena status yang bersangkutan belum berkekuatan hukum tetap alias incracht.
Tak dapatb dipungkiri, kini Dirut PT Pos Indonesia itu sedang menjalani proses persidangan dan meringkuk dalam tahanan. Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Subekhan, terdakwa diduga tersangkut dugaan korupsi komisi kiriman surat berskala besar dari sejumlah perusahaan rekanan. “Jumlah kerugian keuangan negarapun mencapai Rp 40 miliar,” ujar Subekhan di hadapan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Sugeng Riyono dengan Hakim Anggota Panji Widagno dan Reno Listowo, Senin (5/1/2009).
Ya, nasib bapak kelahiran bumi Pasundan, tepatnya Bandung, Jawa Barat itu, tergantung ketukan palu majelis hakim. Selanjutnya, bila Hana Suryana bersama enam anak buahnya dinyatakan terbukti bersalah, jeruji besi terus menghantui kehidupan mereka. Bahkan sebagai atasannya, yakni Meneg BUMN Sofyan Djalil tidak mungkin akan terus membelanya. Dengan kata lain, sebagai atasan tidak akan bisa mempertahankan perilaku buruk anak buah yang telah terbukti bersalah.
Hanya saja, informasi yang didapat Tabloid Sensor, sebagai atasan para terdakwa, Sofyan Djalil sempat meminta kepada penegak hukum untuk menangguhkan penahanan terdakwa Hana Suryana. Dengan alasan, pelaku tidak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, apalagi melarikan diri. Sayang, permintaan dari pembantu presiden itu belum mendapat respon dari para pendekar hukum Indonesia.
Kursi dirut kosong
Kementerian BUMN memang mengosongkan untuk sementara posisi direktur utama PT Pos Indonesia setelah direktur utamanya Hana Suryana menjadi salah-satu terdakwa korupsi PT Pos Indonesia. Sementara, untuk menjalankan organisasai PT Pos, posisi Direktur Utama akan diisi oleh pelaksana tugas (plt) yaitu wakil direktur. Dalam artian, hanya sebagai pelaksana harian.
“Pak Hana akan kita lihat dulu, kan prinsipnya praduga tak bersalah, untuk sementara posisi Dirutnya akan kita kosongkan dulu, sambil menunggu pemeriksaan akan kita tetapkan pelaksana tugas,” ujar Menteri BUMN Sofyan Djalil beberapa waktu lalu
Menurut Sofyan, diganti atau tidaknya Hana Suryana sebagai Dirut akan menunggu proses hukumnya. “Kalau ada keputusan bersalah, atau prosesnya terlalu lama mungkin akan kita ganti, tapi kalau tidak terbukti akan kita rehabilitasi sekaligus jabatannya kita lindungi,” ujar Sofyan.
Sofyan menegaskan, penegakan prinsip azas praduga tak bersalah diberikan supaya BUMN-BUMN tersebut merasa terlindungi dalam menjalankan tugasnya. Berbagai upaya hukum terus dilakukan Sofyan Djalil agar anak buahnya tidak terkungkung didalam jeruji besi alias ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat cabang Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Menurut sejumlah sumber Tabloid Sensor, bila pimpinan di PT Pos Indonesia Hana Suryana tidak juga mendapat pengalihan atau penangguhan penahanan, karir pria berkaca mata lulusan jurusan Keuangan Perbankan dengan gelar Magister Managemen Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 1992, di ujung tanduk. Dikarenakan, jabatan Dirut tersebut diincar semua pegawai atau beberapa pejabat yang bekerja di PT Pos Indonesia.
Terlepas dari semua itu, upaya orang dekat atau keluarga sampai pimpinan para terdakwa masih berusaha agar penegak hukum berbaik hati mengeluarkan terdakwa dari penjara. “Yang lebih sedih lagi melihat kehidupan keluarga terdakwa, bila ayah atau ibu mereka terus ditahan. Bahkan, melihat dari track recorde beberapa terdakwa. Ada yang memang tidak mengetahu kalau perbuataannya dapat melanggar hukum,” ungkap seorang sumber.
Sedangkan, Dirut PT Pos Indonesia Hana Suryana mengaku menerima jika Menneg BUMN mencopotnya dari jabatan. "Saya kira Pak menteri punya kebijakan sendiri. Saya terima. Saya appreciate," ujar Hana saat di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Rabu (6/8/2008) silam.
Itu sebab, Hana mengucapkan terima kasih pada Menneg BUMN Sofyan Djalil yang telah memperhatikan dirinya. "Saya kira dia tahu apa yang kita laksanakan, baik buat perusahaan dan bagi BUMN," paparnya.
Dugaan korupsi
Direktur Utama PT Pos Indonesia Hana Suryana, terdakwa kasus dugaan korupsi dana operasional nonbujeter PT Pos Indonesia, mamang ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung hingga kini. Penahanan dilakukan setelah mantan Kepala Kantor Pos Wilayah IV Jakarta itu menjalani pemeriksaan selama tujuh jam. Sementara itu, enam kolega Hana, yang juga berstatus terdakwa dalam kasus tersebut, ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.
"Mereka telah membuat laporan pertanggungjawaban fiktif," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendi. Dalam kasus tersebut, kata dia, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 40 miliar.
Selain Hana, keenam orang tersangka itu adalah Herbon Optalno (mantan Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat), Rudi Atas Perbatas (Kepala Kantor Pos Jakarta Mampang II), dan Her Chaeruddin (mantan Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat). Juga Muntafik (Kepala Kantor Pos Pondok Gede), Yosef Taufik Hidayat (Kepala Kantor Pos Jakarta Selatan), dan Erinaldi (Kepala Kantor Pos Jakarta Barat).
Sementara itu, Bagja A.M. (mantan Kepala Kantor Pos Jakarta Barat), yang sebelumnya dijadikan tersangka, menurut Marwan, statusnya diubah menjadi saksi. Sebab, ia tak tahu-menahu perihal kasus tersebut. "Ini kasus 2003 sampai 2006, dia baru menjabat pada 2007," kata Marwan.
Pengacara PT Pos, Zul Armain Aziz, menyatakan keberatan atas penahanan kliennya tersebut. Menurut dia, hal itu akan mengganggu kinerja PT Pos. "Besok kami akan mengajukan penangguhan penahanan supaya mereka jadi tahanan luar."
Menurut Marwan, ketujuh tersangka tersebut diduga menggelembungkan komisi dalam bisnis kiriman komunikasi dengan 22 perusahaan rekanan PT Pos. Mereka menetapkan besarnya komisi dari pengiriman jasa pos sebesar 5-6 persen. Padahal, menurut Surat Edaran Direktur Operasional PT Pos Indonesia Nomor 41/DIROP/03 tertanggal 20 Maret 2003, insentif untuk kiriman bisnis komunikasi hanya 3-4 persen.
"Mereka diduga juga membuat kuitansi fiktif seolah-olah kiriman telah diterima pelanggan," kata Marwan, "Padahal sesungguhnya yang menerima adalah pegawai kantor pos sendiri." Atas dugaan itu, Zul menyatakan kelebihan komisi tersebut dilakukan atas izin dari Direktur Operasional PT Pos sebelumnya, Djaja Suhardja. "Itu ada izin dari atasannya," ujar Zul, "Lagi pula, tak ada kuitansi palsu yang mereka buat."
Untuk mengusut kasus ini, Kamis pekan lalu kejaksaan telah menggeledah kantor pusat PT Pos Indonesia di Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Dari penggeledahan itu, penyidik menemukan sejumlah barang bukti, yakni kuitansi dan sebagainya.
Sebelumnya, modus serupa pernah terjadi di Kantor Pos Taman Fatahillah, Jakarta, dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 15 miliar. Dalam kasus ini, kejaksaan telah menahan Fahrurrozi (mantan Kepala Kantor Pos Taman Fatahillah), Elvi Sahri (pengawas pemasaran periode 2004-2005), dan Widianto (pengawas pemasaran periode 2005-2007).
Saat proyek itu berjalan, Hana adalah Kepala Kantor Pos Wilayah IV Jakarta periode 2003-2005. Uang yang ditilap diduga mencapai Rp 40 miliar. Inilah perjalanan kasus yang melilit Hana tersebut. (8) simon leo siahaan, yoyok bp
----------------------------------------- box -------------------------------------------
20 Maret 2003
Direktur Operasional PT Pos Indonesia menerbitkan Surat Edaran Nomor 41/Dirop/0303 tentang pemberian diskon, insentif, dan komisi khusus kepada pelanggan kelas kakap. Isinya: nilai transaksi Rp 20-100 juta (komisi 5 persen), nilai transaksi Rp 100-400 juta (komisi 4 persen), dan nilai transaksi lebih dari Rp 400 juta (komisi 3 persen).
Pertengahan 2003
Kantor Pos Wilayah IV menjalin perjanjian kerja sama dengan 21 pelanggan. Perinciannya: Kantor Pos Jakarta Pusat (10 rekanan), Kantor Pos Jakarta Barat (3 rekanan), Kantor Pos Jakarta Mampang (3 rekanan), Kantor Pos Jakarta Pondok Gede (1 rekanan), Kantor Pos Tangerang (2 rekanan), Kantor Pos Jakarta Selatan (2 rekanan)
7 April 2008
Hana Suryana diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung sebagai saksi.
16 Juli 2008
Hana ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, tapi belum ditahan.
21 Juli 2008
Menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, kemudian langsung ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung.
------------------------------------------------------------------
6 Pejabat Polda Metro Jaya Diganti
JAKARTA – Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya), awal tahun 2009 ini membuat gebrakan dengan mengganti jajarannya. Enam pejabat di Polda Metro Jaya menduduki jabatan baru dan penting menjelang Pemilu 2009.
Keenam pejabat itu, yakni Kombes Pol Iza Fadri dari Kapolres Jakarta Barat (Jakbar) menjadi Kabid Banhatkum Div Binkum Polri. Kombes Pol Idham Azis dari Kasubden Investigasi Densus 88 Bareskrim Polri menjadi Kapolres Jakbar.
Kemudian, Kombes Pol M Rum Murkal dari Kapolres Jakarta Utara (Jakut) dipindah ke Analisis Utama Tingkat Dua Roanalis Baintelkam Polri. Kombes Pol Rycko Amelza Dahniel dari Kanit I Dit II/Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menjadi Kapolres Metro Jakut.
Selain itu, Kombes Pol Taufik Nurhidayat dari Karo Pers Polda Metro Jaya menjadi Kabid Dastik Pusiknas Div Telematika Polri. Kombes Pol Haka Astana dari Pamen Polda Sulsel menjadi Karo Pers Polda Metro Jaya.
Kapolda menegaskan, pergantian merupakan hal yang wajar. Selain sebagai sarana pembinaan, karir personel dan juga merupakan dinamika organisasi. "Diharapkan dalam pelaksanaannya sebagai pejabat yang baru dapat juga menjalankan tugas dari pejabat yang lama," kata Wahyono. (8) simon leo siahaan
KPK Selidiki Maraknya Korupsi di Depnakertrans
JAKARTA - Sejumlah pejabat teras di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) belakangan ini mulai ketar-ketir. Mereka takut terseret kasus korupsi dan maraknya rekening liar, menyusul adanya gebrakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki dugaan korupsi terutama dalam pengelolaan rekening dana pekerja sektor minyak dan gas (migas) di departemen tersebut.
Menurut Jasin, nilai rekening di Depnakertrans mencapai Rp139 miliar, dana itu merupakan rekening dana pekerja sektor migas yang disimpan atas nama Depnakertrans dan tidak dikelola sesuai dengan tujuannya.
"Alokasinya tidak kepada buruh migas, misalnya untuk pembangunan gedung, dan penggunaan lain," kata Jasin menjelaskan indikasi korupsi dalam pengelolaan rekening tersebut.
KPK akan bekerjasama dengan Depnakertrans untuk menertibkan rekening liar. Jasin mengatakan, Depnakertrans sedang berupaya menertibkan rekening liar yang tidak terindikasi korupsi. Salah satu bentuk penertiban tersebut adalah pencairan kepada pihak yang berhak. Sementara itu, Irjen Depanakertrans Dyah Paramawatiningsih berjanji akan serius menuntaskan masalah maraknya kasus rekening liar di departemennya. (8) simon leo siahaan
Al Amin Divonis 8 Tahun
"Menjatuhkan vonis 8 tahun , denda Rp 250 juta dan subsider 6 bulan," ujar ketua majelis hakim Edward Pattinasarani di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Senin (5/1). Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Suwarji menuntut Al Amin dengan 15 tahun penjara dikurangi masa tahanan. Mantan anggota komisi IV DPR ini juga didenda denda Rp 500 juta dan subsider 6 bulan kurungan.
Mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp2,950 miliar. Dia dituntut karena melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 tentang Tindak Pidana korupsi (Tipikor) jo sebagaimana diubah UU 20/2001 jo pasal 65 ayat 1 KUHP sesuai dengan dakwaan primer.
Al Amin juga dituntut karena melanggar pasal 12 huruf e UU 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 jo pasal 65 ayat 1 KUHP sesuai dengan dakwaan kedua.
Hal-hal yang meringankan menurut JPU, Al Amin sopan di persidangan. Sedangkan hal-hal yang memberatkan, terdakwa selaku anggota DPR tidak mendukung upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi, tetapi justru menyalahgunakan jabatan, terdakwa tidak mengakui kesalahan, terdakwa tidak menyesali perbuatannya dan terdakwa menikmati hasil korupsi. (8) simon leo siahaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar